Pengajian Ramadhan di LPQ

Sudah menjadi tradisi di pesantren jika bulan ramadhan adalah bulan yang di nanti-nanti oleh para santri untuk lebih banyak lagi menelaah aneka macam kitab. karena biasanya di bulan ini, para kiyai, meluangkan waktunya untuk membacakan kitab-kitab pada santri-santrinya lebih banyak lagi dari biasanya.

Di LPQ Masjid Fathullah pun tidak kalah santernya dengan suasanya di pesantren. yakni temen-temen di sini, mengaji kitab klasik dengan tema cukup menarik dan menggelitik....
penasaran.... ikuti aja...!

Rabu, 02 September 2009

AL-QURAN DI BACA, AL-QURAN DIPELAJARI

AL-QURAN DI BACA, AL-QURAN DIPELAJARI


Apa Kamu, Siapa Kamu, Bagaimana Kamu…

Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. diturunkan dari Rabbil 'alamiin. Maka Apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini? kamu mengganti rezki (yang Allah berikan) dengan mendustakan Allah.

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.

Dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam Keadaan kafir.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.


Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan".

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya

Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu (kemuliaan besar) bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.


Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.

Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?

Masa Rasul

Dalam rangka mendidik umat Islam agar mampu membaca Al-Quran dengan baik, benar dan lancar para ahlil Quran (sebutan untuk orang-orang yang menguasai rahasia Al-Quran) membuka pengajaran membaca Al-Quran. Dua-duanya, baik yang belajar maupun mengajar Al-Quran disebut-sebut nabi sebagai umat terbaik. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan dan Ali bin abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR Abu Ubaid)

Sementara ungkapan “benar” yang dimaksud tentu terkait masalah tajwid (ilmu hukum-hukum membaca Al-Quran). Benar dalam membaca Al-Quran tentu berarti benar dalam mengucapkan huruf sesuai makhrajnya, benar dalam memanjang-pendekkan bacaan sesuai mad-nya dan benar dalam mendengung-tidakkan sambungan huruf sesuai dengan hukum bacaannya. Benar juga berarti harus tahu pada bagian mana bacaan boleh berhenti (waqaf) dan lanjutnya (washal) atau berhenti tetapi tidak boleh mengambil nafas (saktah).

Sementara sebutan “lancar” dalam membaca menyangkut ketekunan diri dalam berlatih membaca Al-Quran. Semakin sering membaca Al-Quran akan semakin mengalir dan merdu pula irama bacaan kita. Semakin lancar kita membaca Al-Quran, akan semakin cepat pula proses pengkhataman Al-Quran. Dan semakin cepat khatam dan mengulangnya lagi dari awal, akan semakin banyak pula kesempatan kita menimbun pahala khataman Al-Quran.

Sejak kapankah proses pengajaran Al-Quran ini berlangsung? Siapakah guru-murid pertama dalam ta’limul Quran? Dan bagaimana perkembangan pengaran Al-Quran dari masa ke masa? Berikut laporannya.

Sebagai firman Allah Ta’ala, tentu pengajar Al-Quran pertama kali adalah Allah SWT sendiri dan murid pertamanya adalah malaikat Jibril. Adapaun waktu pengajaran Al-Quran pertama ini hanya Allah jualah yang maha mengetahui.

Dari malaikat Jibril kemudian Al-Quran disampaikan atau diajarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW secara talaqqi. Sistem talaqqi atau yang juga lazim disebut mushafahah adalah metode pengajaran di mana guru dan murid berhadap-hadapan secara langsung (face to face).

Tak hanya mengajarkan ayat-ayat baru, secara rutin Malaikat Jibril juga mengunjungi Nabi untuk memeriksa hafalan dan bacaan beliau. Diriwayatkan oleh Sayyidah Fatimah Az-Zahra, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Jibril mengajariku membaca Al-Quran setahun sekali. Dan tahun ini ia telah membacakan Al-Quran dua kali padaku. Aku menduga ini pertanda ajalku sudah dekat.” (HR Bukhari)

Kunjungan Jibril ini diperlukan, sebab ayat-ayat Al-Quran tidak diturunkan sekaligus dalam urutan seperti yang sekarang termaktub dalam mushaf-mushaf Al-Quran. Al-Quran turun secara berangsur-angsur selama masa kenabian beliau dan dengan urutan yang acak sesuai asbabun nuzul yang telah ditakdirkan Allah SWT. Ayat Al-Quran yang pertama kali turun, yakni ayat 1 - 5 Surah Al-‘Alaq, misalnya, kini menempati urutan surah ke – 96 dari 114 surah yang telah diturunkan.

Metode talaqqi dalam pengajaran ayat-ayat yang belum dihafal dan pengulangan hafalan untuk menguatkan dan melancarkan yang dicontohkan oleh malaikat Jibril dan Rasulullah itulah yang kemudian menjadi cetak biru (blue print) sistem pengajaran Al-Quran di dunia Islam hingga saat ini.

Murid Angkatan Pertama

Tradisi Jibril membacakan ayat-ayat Al-Quran secara rutin kepada Nabi SAW dan memeriksa bacaan serta urutan ayat dan surah yang beliau hafal tersebut kini menjadi tradisi di pesantren-pesantren Al-Quran yang disebut takriran atau nderes. Ada juga tradisi sema’an, yakni seorang hafizh menjaga hafalannya dengan membacakan ayat-ayat Al-Quran yang dihafalnya di hadapan orang banyak yang menyimaknya sambil membuka mushaf Al-Quran untuk memeriksa kebenaran bacaannya.

Setelah dua fase pertama –dari Allah Ta’ala kepada Malaikat Jibril dan dari Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW secara berangsur-angsur— dimulailah pengajaran Al-Quran secara umum kepada umat manusia. Urut-urutan orang-orang yang belajar Al-Quran sama persis dengan urutan orang-orang yang masuk Islam. Karena ketika mereka menyatakan keislaman, saat itu pula mereka langsung mempelajari ayat demi ayat Al-Quran.

Manusia pertama yang belajar dan menghafal ayat suci Al-Quran setelah baginda Nabi adalah;

- Sayyidah Khadijah, istri baginda Nabi Muhammad SAW.

- Sayyidina Ali bin Abi Thalib (sepupu Nabi),

- Abu Bakar Shiddiq (sahabat terdekat Nabi)

- Zaid bin Haritsah (pembantu keluarga Nabi).

- Abu Bakar kemudian membawa teman-teman dekatnya untuk masuk Islam dan mempelajari Al-Quran. Mereka antara lain Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash.

Mereka itulah murid angkatan pertama madrasah Al-Quran yang didirikan baginda Nabi Muhammad SAW. Mereka pulalah yang untuk pertama kalinya merasakan sentuhan sistem pendidikan kenabian yang dibawa Rasulullah SAW. Melalui hati-hati bersih angkatan pertama umat Islam inilah cahaya Al-Quran memancar menerangi alam semesta. Sungguh sangat beruntung!

Ketika jumlah umat Islam di Makkah semakin bertambah, Rasulullah pun mulai membagi tugas mengajarkan Al-Quran kepada beberapa sahabat beliau yang dipandang memiliki kemampuan lebih. Dalam kitab Thabaqat karya Ibnu Sa’ad, As-Siyar wal Maghazi karya Ibn Ishaq, At-Taratib Al-Idariyyah karya Kattani dan Sirah Ibn Hisyam tercatat nama beberapa sahabat yang pernah ditugaskan baginda Nabi untuk mengajar Al-Quran.

Para sahabat yang beruntung tersebut adalah;

- Abdullah bin Mas’ud yang mengajar secara umum di Makkah,

- Khabbab yang mengajar pasangan suami istri Fatimah bin Khaththab dan Sa’id bin Zaid,

- Mush’ab bin Umair yang diperintahkan baginda Nabi untuk mengajarkan Al-Quran kepada penduduk Madinah beberapa waktu sebelum hijrah.

- Rafi’ bin Malik Al-Anshari yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali membawa Surah Yusuf ke Madinah, sebelum masa hijrah.

Karena melalui utusan-utusan terpilih, pengajaran Al-Quran dengan sistem pendelegasian itu pun berhasil dengan gemilang. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, misalnya, beliau diperkenalkan dengan Zaid bin Tsabit, anak berusia sebelas tahun yang ketika itu telah menghafal enam belas surah Al-Quran. Belakangan remaja cerdas itu semakin dekat dengan baginda Nabi karena dipercaya menjadi salah seorang pencatat wahyu.

Madrasah Al-Quran Pertama

Setelah pembangunan Masjid Nabawi usai, Rasulullah lalu memerintahkan membangun suffah, bangunan tambahan semacam beranda di samping bangunan induk masjid, dan menjadikannya sebagai pusat pengajaran Al-Quran dan belajar baca tulis umat Islam. Tak kurang dari sembilan ratus sahabat “mendaftar” sebagai murid di suffah tersebut.

Selain Rasulullah yang mengajar Al-Quran, beberapa sahabat lain seperti Abdullah bin Sa’id bin Al-Ash, Ubadah bin Ash-Shamit, dan Ubay bin Ka’ab membantu mengajar Al-Quran dan baca tulis untuk sahabat lain yang masih buta huruf. Bisa dibilang suffah inilah cikal bakal pesantren Al-Quran dan Taman Pendidikan Al-Quran yang sekarang marak berdiri di masjid dan mushalla.

Pengajaran di suffah itu sangat istimewa karena ditangani langsung oleh baginda Nabi. Abdullah bin Umar memberikan gambaran cara nabi mengajar, “Nabi Muhammad saw membacakan Al-Quran kepada kita. Dan setiap kali sampai pada ayat sajdah yang menyuruh bersujud, beliau mengucap takbir lalu bersujud.” (HR Muslim).

Dalam Al-Intishar karya Al-Baqillani dikisahkan, Utsman bin Abil Ash menceritakan bahwa dirinya selalu ingin mengaji langsung kepada Rasulullah saw, dan bila sedang tidak bisa menemui beliau, Ustman pun mendatangi rumah Abu Bakar Shiddiq.

Abdullah bin Mughaffal mengisahkan, jika ada orang yang baru masuk Islam yang hijrah ke Madinah, Rasulullah menyuruh salah seorang Anshar untuk menampungnya serta mengajarinya Al-Quran dan pengetahuan keislaman lainnya. Selain itu para shabat juga seringkali berkumpul di masjid untuk saling bertukar ilmu dan mengajarkan ayat-ayat Al-Quran yang dihafalnya (diriwayatkan Abu Ubaid dalam Fadhail).

Selain di Madinah, beberapa sahabat ahlul Quran juga dikirim oleh baginda Nabi ke berbagai daerah untuk mengajar. Di antara mereka adalah;

- Mu’adz bin Jabal yang dikirim Yaman,

- Abu Ubaid yang diutus ke Najran,

- Wabra bin Yuhanna yang ditugaskan ke Shan’a.

Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Shiddiq, pengajaran Al-Quran diteruskan oleh para sahabat besar. Saat itu di Madinah dan Makkah saja terdapat ratusan penghafal Al-Quran yang setiap saat siap membagi pengetahuannya. Namun ketika pecah perang penumpasan nabi palsu di Yamamah hampir sepertiga dari jumlah tersebut gugur sebagai syahid. Peristiwa inilah yang kemudian melatarbelakangi pembukuan Al-Quran atas perintah khalifah pertama, Abu Bakar Shiddiq.

Para penghafal Al-Quran yang tersisa kemudian terus menurunkan ilmunya kepada generasi sesudahnya baik yang tinggal di kota Madinah dan Makkah maupun kota-kota dan negeri lain yang baru saja ditaklukan oleh pemerintahan Islam. Di antara mereka bahkan ada yang berkelana hingga jauh ke timur, seperti Sa’ad bin Abi Waqash yang mengembara hingga ke negeri Cina.

Karena tempat pengajarannya yang tidak lagi terpusat di Madinah, belakangan muncul beberapa kesalahan bacaan yang dilakukan oleh murid-murid sahbat yang tinggal jauh dari Makkah dan Madinah. Karena dianggap membahayakan, Khalifah Utsman dan para sahabatnya berinisiatif membakukan penulisan dan ejaan Al-Quran dalam dialek Quraisy. Utsman pun membentuk tim beranggotakan 12 orang yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit.

Rasm Utsmani & dan Qurra para Tabi`in

Dari hasilnya kerja tim tersebut lahirlah mushaf dengan rasm (ejaan) Utsmani yang menjadi panduan baku penulisan Al-Quran. Seluruh mushaf yang berbeda dengan mushaf Utsmani lalu dimusnahkan untuk menghilangkan potensi perbedaan di kemudian hari. Al-Quran rasm Utsmani ini pula yang kemudian diajarkan secara turun menurun kepada umat Islam hingga saat ini.

Dari hasil didikan para sahabat tersebut lalu bermunculan ulama Ahlul Quran dari kalangan tabi’in, seperti ;

- Muslim bin Jundub yang belajar dari Abdullah bin Abbas dari Ubay bin Ka’ab,

- Abdullah bin Sa’ib Al-Mazumi yang mendapatkan pengajaran Qurannya dari Ubay bin Ka’ab dan Umar bin Khaththab,

- Hasan Al-Bashri yang mendapatkannya dari Abu Aliyah dari Umar bin Khaththab,

- Al-Mughirah bin Abi Syihab Al-Makhzumi yang mempelajarinya dari Utsman bin Affan,

- Abdullah bin Hubaib As-Silmi yang mendapatkannya dari lima sahabat besar ahlul Quran (Ibn Mas’ud, Utsman, Ali, Ubay dan Zaid bin Tsabit)

- Dan masih banyak lagi.

Meski ejaan Al-Quran telah diseragamkan, namun dalam praktek pengajarannya setelah era sahabat muncul perbedaan qiraat (dialek) pengucapan lafadz-lafadz dalam Al-Quran. Berbeda dengan kasus perbedaan ejaan pada masa Khailfah Utsman, perbedaan diaelek ini tidak menyebabkan perbedaan makna atau perubahan ejaan. Karena itu perbedaan qiraat itu tetap dibiarkan dan tumbuh menjadi kekayaan khazanah keilmuan Islam.

Meski berkembang menjadi sepuluh qiraat, ada juga yang berpendapat 12 dan 20, namun yang ada tujuh dialek (qiraat sab’ah) yang paling populer dan hingga kini terus dipelajari. Masing-masing qiraat itu kemudian dikenal dengan nama imam-imam besar kalangan tabi’ut tabi’in dan generasi sesudahnya yang mengajarkannya.

Mereka adalah;

1. Imam Nafi’ bin Nu’aim, lahir di Madinah 70 H dan wafat di Isfahan pada 169 H, mempunyai sanad Al-Quran yang bersambung sampai Rasulullah melalui Abdurrahman bin Hurmuz dari Muslim bijn Jundub

2. Imam Abdullah ibn Katsir Al-Makki (45 – 120 H), sanadnya melalui Abdullah bin Saib Al-Mazumi

3. Imam Abu Amr bin Al-Ala (68 – 154 H), sanadnya melalui Hasan Al-Bashri

4. Imam Abdullah bin Amir Al-Yahsubi (21 – 118 H), sanadnya melalui Al-Mughirah bin Abi Syihab

5. Imam ‘Ashim bin Abin Nujud Al-Asadi Al-Kufi (wafat 127 H), sanadnya melalui Abdillah bin Hubaib As-Silmi

6. Imam Hamzah bin Habib Al-Kufi (80 – 156 H), sanadnya melalui Sulaiman bin Himran dari Yahya bin Wasab, dan

7. Imam Ali bin Hamzah Al-Kisai (119 – 189 H), ia adalah guru mengaji keluarga Harun Ar-Rasyid, sanadnya bertemu dengan Imam Ashim melalui Hamzah dari Isa bin Umar.

Dari ketujuh qiraat tersebut, yang sangat populer dan diajarkan di hampir seluruh negeri muslim –termasuk Indonesia— adalah qiraat Imam Ashim Al-Kufi. Meski begitu tak jarang seorang kiai pengajar Al-Quran mencampurnya dengan mengambil qiraat-qiraat dengan periwayat terbanyak.

Dari jalur sanad Imam Ashim ini beberapa tokoh ulama tahfizhul Quran nusantara seperti Syaikh Dimyathi Tremas, K.H. Moenawwir Krapyak, Syaikh As’ad Makassar, dan beberapa kiai lain di Gresik dan Surabaya mengambil pelajaraan dan ijazah pengajaran Al-Qurannya. Kemudian dari para kiai tersebut lahirlah pesantren-pesantren Al-Quran yang kini menjamur di seluruh Indonesia. (Lebih lengkap mengenai jaringan pesantren Al-Quran di Indonesia saat ini baca tulisan Sejarah Pengajaran Al-Quran II)

Mengiringi perkembangan zaman, pengajaran Al-Quran pun terus berkembang. Jika awalnya hanya digelar di masjid, mushalla dan pesantren Al-Quran melalui pengajian sorogan (talaqqi), saat ini pengajian Al-Quran juga diajarkan di kelas-kelas sekolah dengan metode yang lebih variatif. Jika sebelum era 1980an pengajian hijaiyyah dan juz amma hanya mengenal kaidah Baghdadi, kini telah lahir berbagai metode inovatif seperti Qiraati dan lainnya yang dikembangkan melalui Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) yang tumbuh bak cendawan di musim hujan.

Jaringan Sanad dan Ijazah

Membaca Al-Quran tentu saja amalan yang sangat utama, apalagi di bulan Ramadhan yang merupakan bulan diturunkannya Al-Quran. Selain menjadi menambah perbendaharaan pahala kita, membaca Al-Quran juga menjadi hiburan batiniah tersendiri yang sangat mengasyikkan. Bacaan ayat-ayat suci yang mengalir lancar dari bibir seakan mengantarkan perbincangan kita dengan sang khaliq.

Namun sayangnya, seiring perkembangan zaman, ketika pengajian Al-Quran di kota besar tak lagi sesemarak dulu, lancar dan fasih membaca Al-Quran bukan lagi keterampilan yang mudah ditemukan pada generasi muda Islam. Bahkan maraknya pertumbuhan Taman Pendidikan Al-Quran dan berbagai metode pengajaran kilat Al-Quran tak mampu mengimbangi derasnya gelombang modernisasi dan westernisasi budaya.

Mempelajari Al-Quran –termasuk cara membacanya-- memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dibutuhkan seorang guru khusus yang benar-benar mempunyai kemampuan dan otoritas (ijazah) pengajaran Al-Quran. Sebab proses pembelajaran Al-Quran menyaratkan adanya talaqqi (pertemuan guru – murid secara langsung) dalam prosesnya.

Sebab para ulama ahlul Quran meyakini, satu-satunya orang yang bisa membaca Al-Quran dengan fasih dan memahami isinya dengan benar adalah Rasulullah saw yang mendapat pengajaran langsung dari malaikat Jibril. Sementara tingkat kebenaran bacaan orang-orang selain Rasulullah paling bagus hanya mendekati kefasihan beliau saja. Itu pun jumlahnya tidak banyak. Pengakuan akan ketepatan cara membaca Al-Quran tersebut harus mendapat pengakuan dari Rasulullah saw.

Itulah sebabnya, meski pada zaman Rasulullah banyak sahabat yang hafal Al-Quran, tetapi hanya beberapa orang saja yang mendapat mandat untuk mengajarkan Al-Quran. Artinya hanya mereka inilah yang bacaan Al-Qurannya diakui nyaris sempurna sehingga layak mengajari orang lain.

Demikian pula pada generasi berikutnya yang belajar langsung kepada Sahabat Nabi. Meskipun jumlah murid mereka dari kalangan tabiin cukup banyak, namun hanya sebagian kecil saja yang diberi otoritas (ijazah) untuk mengajarkan cara membaca Al-Quran. Demikian seterusnya pada generasi tabiut tabiin dan generasi-generasi sesudahnya hingga zaman modern yang terus menjaga ketersambungan silsilah sanadnya. Mereka inilah yang biasa disebut ulama ahlul Quran.

Bagaimana dengan murid-murid lain yang juga menyelesaikan pelajarannya, namun tidak sampai mendapat ijazah pengajaran Al-Quran. Tentu saja mereka tetap boleh menularkan ilmunya, meski tentu nilai keberkahannya tidak sama dengan yang mendapat ijazah pengajaran Al-Quran. Paling tidak, dari mereka bisa dipelajari cara membaca Al-Quran dengan benar, karena mereka juga mendapatkannya dari guru-guru yang memiliki ijazah pengajaran.

Lingkaran Sanad Al-Quran

Di Indonesia sendiri saat ini berdiri puluhan ribu tempat pengajaran Al-Quran. Namun hanya sebagian saja yang benar-benar memiliki ijazah pengajaran Al-Quran. Sebagian lagi tidak memiliki ijazah, namun pernah belajar kepada ulama yang memiliki otoritas pengajaran Al-Quran. Ada juga yang dengan niat baik, membuka pengajaran Al-Quran, meski tidak memiliki ijazah dan tidak juga pernah berguru kepada orang yang mempunyai ijazah.

Tempat-tempat pengajaran Al-Quran, dan jaringannya, yang memiliki ijazah sanad Al-Quran biasanya berupa pesantren tahfizhul Quran (penghafalan Al-Quran). Dan uniknya hampir semua pesantren Al-Quran tersebut saling memiliki keterkaitan guru murid. Sebab menurut sejarahnya, seluruh tradisi penghafalan Al-Quran di pesantren-pesantren tradisional di nusantara ini hanya memang bermuara kepada beberapa nama.

K.H. Drs. Muntaha Azhari, pembantu rektor III Institut Perguruan Tinggi Ilmu-ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta, yang pernah melakukan penelitian dalam bidang tersebut menyebutkan nama Mbah Kiai Moenauwir Krapyak (Yogyakarta), Syaikh Dimyathi Tremas (Pacitan – Jawa Timur) dan Syaikh As’ad Makassar sebagai tiga dari beberapa tokoh pembawa tradisi penghafalan Al-Quran sekaligus memiliki sanad bersambung hingga Rasulullah. Dari ulama ahlul Quran tersebutlah kebanyakan sanad pesantren Al-Quran modern bermuara.

Jika anda berminat belajar atau hendak merekomendasikan tempat belajar membaca dan menghafal Al-Quran yang memiliki silsilah bersambung hingga Rasululah SAW (meski tidak semuanya memiliki ijazah pengajaran), berikut ini ulasan singkat tempat-tempat tersebut.

Membahas pesantren Al-Quran modern tentu tidak lepas dari nama pesantren Krapyak, Yogyakarta. Sebab dari pesantren yang didirikan Mbah Moenauwir di awal abad 20 ini telah lahir banyak sekali pesantren alumni. Kiai Moenawwir mendalami pengajian Al-Qurannya selama enam belas tahun di di Makkah. Beberapa gurunya yang mengajarkan tahfizh, tafsir dan qiraat sab’ah di Makkah antara lain; Syaikh Abdullah Sanqoro, Syaikh Sarbini, Syaikh Mukri, Syaikh Ibrahim Huzaimi, Syaikh Manshur, Syaikh Abdus Syakur dan Syaikh Musthofa.

Karena kecemerlangannya dalam mengaji, guru qiraat sab’ahnya, Syaikh Yusuf Hajar, memberinya ijazah sanad qiraah yang bersambung hingga Rasulullah: sesuatu yang sangat jarang didapatkan murid-murid Syaikh Yusuf karena sangat sulit persyaratannya. Dalam silsilah tersebut Kiai Moenauwir berada pada urutan ketiga puluh lima. Ada juga sanad lain yang diperolehnya dari Syaikh Abdul Karim bin Umar Al-Badri Ad-Dimyathi, yang sedikit lebih pendek.

Pesantren yang kini memiliki nama Al-Munawwir ini berada di bagian selatan pusat kota Yogyakarta. Saat ini pesantren yang telah membuka berbagai unit pendidikan formal, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga ma’had ali (pesantren luhur), itu diasuh oleh generasi kedua: K.H. Zainal Abidin Munawwir, K.H Ahmad Warson (penyusun kamus Al-Munawwir), K.H. Attabik Ali, K.H. Najib (pengasuh tahfzhul Quran) dan beberapa kiai lain.

Pesantren al-Quran di Jawa

Tengah

Beberapa pesantren Al-Quran yang merupakan pesantren alumni Krapyak, yang paling terkenal adalah;

- Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran, yang didirkan oleh al-maghfurlah K.H. Mufid Mas’ud. Pesantren yang berada di kilometer 12 jalan raya Kaliurang ini kini diasuh oleh putra-putri Mbah Mufid yang dipimpin oleh K.H. Mu’tashim Mufid.

Sementara di Jawa Tengah, jumlah pesantren Al-Quran lebih banyak lagi. Di kota Solo, misalnya, terdapat ;

- Pesantren Al-Muayyad yang diasuh oleh K.H. Abdul Rozaq Shofawi

- Pesantren Al-Qurani yang diasuh oleh K.H. Abdul Karim.

Kedua pesantren yang sama-sama berlokasi di kampung Mangkuyudan, Purwosari, Laweyan Solo, itu memiliki sanad yang berbeda. Pesantren Al-Muayyad memiliki sanad dari Krapyak, Yogyakarta, sedangkan Pesantren Al-Qurani dari Tremas Pacitan.

Pesantren Al-Quran besar lain di Jawa Tengah terdapat di kota kretek, Kudus.

- Pesantren Yanbuul Quran yang berdiri di Kajeksan, tak jauh dari makam Sunan Kudus. Pesantren yang didirkan oleh al-maghfurlah K.H. Arwani Amin (alumnus Krapyak) itu kini diasuh oleh K.H. Ulil Albab dan K.H. Ulin Nuha itu juga menjadi salah satu pusat pengajaran Thariqah Naqsyabandiyyah Khalidiyyah.

- Pesantren Bustanul ‘Usyaqil Quran yang didirikan oleh K.H. Muhammad bin Syaikh Mahfudz At-Tarmasi di Desa Betengan–Demak. Kini Pesantren Betengan asuh oleh generasi kedua, K.H. Muhammad Harir.

- Pesantren Nurul Quran, Sayung-Demak, yang diasuh oleh K.H. Masroni. Selain mengasuh pesantren Al-Quran, Kiai Masroni juga dikenal sebagai badal mursyid dalam Thariqah Syadziliyyah yang diasuh oleh Habib Luthfi Bin Yahya, Pekalongan.

- Pesantren Mathali’ul Huda Kajen, Pati, yang diasuh oleh K.H. Nafi’ Abdillah dan adik-adiknya. Pesantren peninggalan Mbah Kiai Abdullah Salam itu juga dikenal sebagai tempat pengajaran Thariqah Naqsyabandiyyah Khalidiyyah.

- Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber di Wonosobo. Pesantren yang didirikan oleh almarhum K.H. Muntaha dan kini diasuh oleh K.H. Ahmad Faqih Muntaha itu juga membuka pendidikan umum mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Pesantren Al-Quran lain yang sangat terkenal adalah Pesantren Benda Bumiayu yang didirikan oleh K.H. Suhaimi (murid Mbah Munawwir, Krapyak).

- Di luar pesantren, pengajaran Al-Quran juga digelar Masjid Kauman Semarang. Pengajian itu awalnya diasuh oleh al-maghfur lah Kiai Abdullah Umar, murid mbah Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Sepeninggal Mbah Abdullah Umar, pengajian itu diteruskan oleh rekan dan murid-muridnya.

Barat

Sementara di Jawa Barat pengajaran Al-Quran berpusat di beberapa kota. Yang paling terkenal adalah Cirebon yang mempunyai tiga pesantren Al-Quran besar dan beberapa pesantren Al-Quran kecil. Yang terbesar adalah;

- Pesantren Al-Quran Kempek (diasuh oleh K.H. Umar Sholeh),

- Pesantren Gedongan diasuh oleh K.H. Amin Siradj (paman K.H. Said Aqil Siradj)

- Pesantren Tahfzhul Akhlaq di Winong yang diasuh K.H. Rohibulloh.

- pesantren Al-Quran yang sedang naik daun, yaitu Pesantren Tarbiyatul Wildan, Indramayu yang diasuh K.H. Mamduh. Pesantren tahfizhul Quran ini terkenal karena membuka program tahfizh untuk anak-anak. Pola pengajaran pesantren ini mengadopsi sistem pendidikan di pesantren induknya, Pesantren Tarbiyatul Wildan Sedayu, Gresik, Jawa Timur.

- Pengajaran tahfizhul Quran juga terdapat di Manonjaya (Tasikmalaya),

- Pesantren Darit Tafsir Pagentongan, Bogor,

- Pesantren Al-Falah Bandung yang diasuh Ajengan Syahid.

Banten

pesantren Al-Quran paling terkenal adalah;

- Pesantren Cidahu, Cadasari, Pandeglang, didirikan oleh almarhum Abuya Dimyathi.

- Pesantren Cikaduen, Banten, merupakan peninggalan K.H. Damanhuri.

- Pesantren Darul Quran Bulaksantri Karangtengah Tangerang, yang diasuh oleh muballigh kondang Ustadz Yusuf Mansur. Untuk menguatkan program penghafalan Al-Qurannya, pesantren yang terkenal dengan program beasiswa pembibitan penghafal Al-Qurannya mendatangkan pengajar-pengajar Al-Quran dari beberapa pesantren Al-Quran terkenal di Jawa Tengah, seperti Yanbu’ul Quran Kudus dan Usyaqil Quran Betengen, Demak.

Timur

Tak kalah dengan provinsi lainnya di pulau Jawa, provinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai gudangnya pesantren besar juga memiliki ratusan pesantren Al-Quran. Beberapa di antaranya sangat terkenal dan menjadi tujuan santri Al-Quran dari berbagai daerah untuk mengaji, baik yang baru mulai menghafal maupun yang hendak tabarukan. Pesantren Tremas Pacitan yang sebagaimana Krapyak juga menjadi muara silsilah sanad Pesantren Al-Quran, pengajian tahfizhul Quran terkenal tersebar di Gresik, Jombang, Kediri, dan Langitan. Uniknya beberapa pesantren Al-Quran tersebut merupakan bagian atau unit dari pesantren-pesantren kitab terkenal seperti Ploso, Lirboyo, Langitan dan Tebuireng.

Di Jombang, misalnya, ada;

- Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng didirikan oleh K.H. Yusuf Masyhar (alm.) kini oleh putranya Agus Abdul Hadi dan K.H. Musta'in Syafi'i,

- Pesantren Nurul Quran Bendungrejo didirikan oleh K.H. Qomari Sholeh (kini diasuh K.H. Jumali Ruslan),

- Pesantren Nurul Jadid Plandi (diasuh K.H. Abdullah Afif).

Sementara di Kediri program penghafalan Al-Quran terdapat di;

- Madrasah Murottilil Quran (MMQ) yang diasuh K.H. Abdullah Kafa bih Machrus

- Pesantren Darussalam yang diasuh K.H. Maftuh Bashtul Birri. Keduanya berada dalam lingkungan Pesantren Lirboyo.

- Pesantren Maunahsari, Bandar Kidul, yang didirikan oleh K.H. Mubasyyir Munzir.

Masih banyak lagi nama pesantren di Jawa Timur yang tidak akan cukup diceritakan di sini.